Kebenaran itu mutlak adanya, dan kebenaran itu datangnya
dari Allah dan kebenarat itu pasti bisa difahami dengan akal manusia kalo
misalnya kebenaran itu tidak bisa difahami maka percuma saja Allah menurunkan
Al-Quran karena ga bisa difahami, namun mungkin ada diantara otak manusia yang
tidak bisa memahaminya atau salah ketika memahami ayat Quran, dan kebenaran itu
bisa difahami dengan baik dengan cara baik pula Allah sendiri yang menyatakan
dalam Al-Quran mengenai hal ini:
1.
Kebenaran berasal dari Allah
الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu berasal dari Rabmu
maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyobongkan diri (QS Al-Baqarah:
147)
2.
Kebenaran itu bisa difami
Jika
kebenaran itu tidak bisa di fahami maka bukan Al-Furqan namanya yang
bisa membingbing manusia kejalan yang benar
تَبَارَكَ الَّذِي
نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha suci Allah yang telah
menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia) (QS Al-Furqan: 1)
3.
Tidak ada kesalahan didalam
Al-Quran
لَا يَأْتِيهِ
الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ
حَمِيدٍ
yang tidak datang kepadanya (Al
Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari
Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (QS Al-Fushilat: 42)
4.
Ada beberapahal yang manusia
tidak bisa memahami makna yang terkandung didalam Al-Quran
Hal
ini sebagaimana yang terajadi pada Adi bin Hatim ketika memahami ayat
Makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar (Al-Baqarah: 187)
Maka
dalamhal ini Adi bin Hatim berkata: “aku mengambil seutas tali berwarna putih
dan hitam lalu aku meletakkannya dibawah selimutku aku terus memandanginya tapi
masih saja tidak terlihat jelas padaku. Maka aku adukan hal tersebut kepada
Rasulallah maka ia pun tertawa sungguh selimutmu itu sangat lebar
dan panjang karna ia adalah malam dang siang[1]
5.
Memahami Al-Quran harus
menggunakan ilmu yang benar
Al-Quran
yang mutlak kebenarannya harus difahami dengan ilmu yang benar pula, maka ilmu
ini harus diperoleh paling tidak melalui dari 3 sumber
1.
Persepsi indra
2.
Proses kognitif akal yang sehat
3.
Informasi yang benar
Sebuah
hadits dari Amir Asy-Syabi dari jabir ia berkata:
كنا جلوسا عند النبي صلى الله عليه وسلم ،
فخط خطا هكذا أمامه ، فقال : هذا سبيل الله ، عز وجل ، وخطين عن يمينه ، وخطين عن
شماله ، قال : هذه سبيل الشيطان ، ثم وضع يده في الخط الأوسط ، ثم تلا هذه الآية :
(وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم
به لعلكم تتقون
Kami duduk-duduk di sisi Nabi SAW kemudian beliau membuat
sebuah garis lurus di hadapannya kemudian
berkata: “ini adalah jalan Allah aza wajalla” kemudian membuat dua garis cabang
di sisi kanan dan sisi kiri gar yang lurus tadi seraya mengatakan: “ini adalah
jalan-jalan setan” kemudian Rasul meletakan tangannya di garis yang tengah
kemudian membaca ayat : “sesungguhnya ini adalah jalan Allah yang lurus ikutilah
ia dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain yang bias menyebabkan kalian
bercerai-berai itlah yang di wasiatkan kepada kalian agar kalin menjadi orang
yang ber takwa” (HR Ahmad III / 397 No: 15351)
Maka yang perlu ditegaskan dalam hadits ini ada berapa hal
dinataranya adalah:
Pertama:
kebenaran hanya ada satu
فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ
فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
Maka
(Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; Maka tidak ada
sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan
(dari kebenaran) (QS Yunus: 32)
Kedua:
adanya jalan yang benar dan ini adalah sabilul mukminin (jalan ornag-orang yang
beriman)
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ
مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Allah berfirman: "Sesungguhnya
aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, Barangsiapa yang kafir di antaramu
sesudah (turun hidangan itu), Maka Sesungguhnya aku akan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah aku timpakan kepada seorangpun di antara umat
manusia". (QS An-Nisa: 115)
Ketiga:
adanya jalan yang menyimpang ini adalah sabilil mujrimin (jalan ornag-orang
yang salah)
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ
وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
dan Demikianlah Kami terangkan
ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas
(pula) jalan orang-orang yang berdosa. (QS Al-Anam: 55)
Liberalism Sabilul Mujrimin
Liberalisasi islam di Indonesia
sudah dijalankan sejak awal tahaun 1970, ada tiga bidang penting di dalam islam
yang menjadi sasaran liberalisasi
- Liberalisasi bidang akidah
dengan penyebaran pluralisme agama
- Liberalisasi bidang
syari`ah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad
- Leberalisasi konsep wayu
dengan melakukan dekonstruksi terhadap al-Quran
1.1 liberalisasi aqidah
islam
pada dasarnya faham ini
menyebarkan pluralisme yang menyatakan semua agama adalah jalan yang sama
menuju tuhan yang sama, semua agama adalah jalan yang berbeda menuju tuhan yang
sama, atau mereka menyatakan bahwa agama adalah persepsi relative terhadap
tuhan yang mutlak karena kerelativannya maka setiap agama tidak boleh meng
klaim kalu hanya agamanya sendirilah yang benar. Bahkan menurut Carles Kimball
salah satu ciri agama jahat adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak
[absolute truth claim] atas agamanya sendiri.
Jadi faham pluralism Agama
memang merupakan faham yang disebarkan untuk menghancurkan agama-agama yang
ada, salah satu aliran yang ada aliran dalam faham ini yaitu aliran
Transendentalisme [Transendental Unity of Relegion] berakar pada faham
sinkretisme yang disebarkan oleh freemasonry
Prof. Dr. Nurcholis madjid
menyatakan bahwa ada tiga dialog agama yang dapat diambil yaitu pertama,Sikap
eksklusif dalam melihat agama lain [agama lain adalah jalan yang salah], kedua, sikap
inklusif [agama lain adalah bentuk implisit agama kita], ketiga, sikap pluralis yang
mempunyai rumusan: agama lain adalah jalan yang sah menuju jalan yang sama-sama
sah untuk mencapai kebenaran. Sebagai contoh filsafat perenial bahwa setiap
agama merupakan ekspresi keimanan terhadap tuhan yang sama. Ibarat roda pusat
roda itu adalah tuhan dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama. Filsafat
perennial juga membagi agama pada level esoterik [batin], dan eksoterik [lahir]
Mungkin manusia dalam lingkup
eksoterik berbeda cara dalam beribadah kepada tuhannya namun pada level
esoterik semua manusia menuju kepada tuhan yang satu
Nur khalis juga mengatakan :
“Bahwa
pada mulanya umat manusia adalah tunggal karena berpengangan kepada kebenaran
yang tunggal tetapi kemudian berselisih sesama mereka justru setelah penjelasan
tentang kebanaran itu datang dan mereka berusaha memahami setaraf dengan
kemampuan dan sesuai dengan keterbatasan mereka, maka terjadilah perbedaan
panefsiran terhadap kebenaran yang tunggal itu…… kesatuan umat islam itu digambarkan
dalam firman ilahi: tiadalah manusia itu melainkan semula adalah umat yang
tunggal kamudian mereka berselisih[2]……. inilah al-islam yang menjadi inti sari semua agama adalah
benar”
1.2 liberalisasi Al-Quran
salah satu wacana yang
berkembang pesat dalam tema liberalisasi islam di Indonesia saat ini adaah tema
“dekonstruksi jitab suci” dengan demikian wahyu sebetulnya ada dua
pertama “wahyu verbal” [wahyu eksplisist dalam bentuk redasional bikinan
Muhammad] dan “wahyu nonverbal” [wahyu implisit berupa konteks social pada
waktu itu. Dalam studi kritik Qur’an pertama kali yang perlu
dilakukan adalah kritik historis Qur’an. Bahwa Qur’an kini sudah berupa teks
yang ketika hadis bukan bebas nilai dan tanpa konteks. Justru konteks arab 14
abad silam telah mengkonstruk Qur’an. Adalah Muhammad SAW seoerang fugur yang
saleh dan berhasil mentransformasikan nalar kritisnya dalam berdialektika
dengan realitas Arab.
1.3 liberalisasi syari’at
islam
seperti yang telah dikatakn oleh
Dr.Greg Barton salah satu program liberalisasi di Indonesia adalah
“kontekstualisasi ijtihad”. Prof. Musdah Mulia, tokoh feminis, melakukan
perombakan hukum perkawinan dengan alas an kontekstualisasi, tapi berbeda
dengan buku Fiqih Lintas Agama, yang menekankan factor jumlah
umat islam sebagai konteks yang harus dijadikan pertimbangan hukum, Musdah
melihat konteks “peperangan” sebgaihal yang harus dijadikan dasar penetapan
hukum ia menuis:
jika kita memahami konteks waktu
turunnya ayat [QS 60:10] larangan ini sangant wajar mengingat kaum kafir
Quraisy sangat memeusuhi Nabi dan mengikutnya, waktu itu konteksnya adalah
peperangan antara kaum muslimin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hukuman
dimaksud agar dapat diindentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan.
Karena itu ayat ini harus difahami secara kontekstual
sumber :Muhammad Arif
[1]
Lihat as-sunan al-kubra al-baihaqî, IV / 215 (8256) CD Maktabah Syamilah
[2] Nurchalis Madjid, islam doktrin dan
peradaban, paramadiana, cet. I th 1992 hal: 179
Artikel Terkait
0 komentar on Hidup Hanya Sekali Jangan Salah Jalan :
Posting Komentar