Asal
Usul
Perayaan ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis
(penyembah berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak
lebih dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis
Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang
turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang
paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu
meyakini bahwa Romulus –pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina,
sehingga serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa
Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahun
dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah menyembelih seekor
anjing dan kambing betina, lalu dilumurkan darahnya kepada dua pemuda yang kuat
fisiknya. Kemudian keduanya mencuci darah itu dengan susu. Setelah itu
dimulailah pawai besar dengan kedua pemuda tadi di depan rombongan. Keduanya membawa
dua potong kulit yang mereka gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka
jumpai. Para wanita Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang
hati, karena meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan
melahirkan dengan mudah.
Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati
di Roma ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat
terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk
mengenangnya.
Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati
Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada
sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai martir
kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan perdamaian,
yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.
Di antara aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan
nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu
diletakkan pada talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang
ingin menikah untuk mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan
menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di kertas (yang diambilnya)
selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku masing-masing, baru kemudian
mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka mengulangi hal yang serupa tahun
mendatang.
Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan
menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini
pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan
kembali.
Versi II: Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah
hari raya yang disebut hari raya Lupercalia [1].
Ini adalah hari raya yang sama seperti pada kisah versi I di atas. Pada hari
itu, mereka mempersembahkan qurban bagi sesembahan mereka selain Allah . Mereka
meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan dan
menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.
Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius
II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah
akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine
menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar
lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.
Versi III: Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala,
sedangkan Valentine adalah penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha
mengeluarkannya dari agama Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis
Romawi. Namun Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh
karenanya pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.
Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan
perayaan paganis Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari
terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya.
Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang
1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2. Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang
dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada
selain Allah .
3. Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada
sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa
busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi paganis.
Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan ketinggian yang
besar.
4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam
kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5. Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari,
dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.
Beberapa versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan
simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal.
Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah . Pemaparan di atas
menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin yang tidak tahu dan
tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka hakikatnya meniru umat Nasrani yang
sesat, dan mengambil segala yang datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar
perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum
Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi
selain Allah . Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen
pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah telah
mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِينَ. بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu,
maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah juga menyatakan melalui lisan ‘Isa :
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun."
(Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala
yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis
terkait dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi
akal seorang muslim yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya.
Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina
menyusui Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan
kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang
memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah , Dzat Maha
Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan itu kaum
Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan mereka, dengan
keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya keburukan dari
mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal,
akal yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan kemudaratan,
tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan
seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah telah
menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing
dan domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian
darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan
menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa menerimanya.
4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini
diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur
meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini
yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan
ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.)
mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum
Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka,
tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar
bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena
mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan St.
Valentine?
5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena
timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka
dilaranglah perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul
kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin.
Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib
bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum
merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari
dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya atau
menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa
Islam juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang
adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin.
Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah . Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung.
Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri,
dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang
membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya.
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun
selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam
agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah , Dzat yang telah
menetapkan syariat.
2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh
(menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru
mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal
yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka
ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik
penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun
dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka.
Allah berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا
وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ
تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا
كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ
فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang
yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka
–di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai
mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas
dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan
hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama
mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah .
3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah
menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara
orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak
orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak
mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan
silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum
muslimin. Allah berfirman:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.” (Al-Mumtahanah:8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah
berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah
bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam
firman-Nya:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sikap
tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam
batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap
menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak
dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar
hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya
pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat,
dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani.
Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai)
orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim
tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak
halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya,
atau menghadirinya.
2. Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka,
dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau
syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya.
Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari
raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan
(pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah,
kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk
membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi
hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung
makna persetujuan terhadap perayaan ini.
4. Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena
hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi
ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang
kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu,
Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
Beberapa Perkataan Para Ulama
= Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Tidak halal bagi kaum muslimin untuk menyerupai mereka
pada apa yang menjadi ciri khas di hari raya mereka. Tidak pada makanan,
pakaian, bersuci, menyalakan api unggun, dan tidak pula meninggikan kebiasaan
dari pekerjaan, ibadah, atau selainnya. Dan tidak halal mengadakan pesta dengan
mereka, dan tidak pula memberikan hadiah kepada mereka, serta menjual pada hari
tersebut segala sesuatu yang membantu terselenggaranya hari raya tersebut, dan
tidak boleh membiarkan anak-anak untuk bermain dengan permainan yang ada pada
hari raya tersebut, dan tidak pula berhias pada hari tersebut. Dan secara
keseluruhan tiada bagi mereka untuk mengkhususkan dengan sesuatu dari
syi`ar-syi`ar mereka. Bahkan hari raya mereka di sisi kaum muslimin sama
seperti hari-hari lainnya. Kaum muslimin tidak mengkhususkannya (hari tersebut)
dengan apa yang merupakan ciri khas mereka". [Majmu` Fatawa (25/329)]
= Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil 'Ilmiyyah wal Ifta’
(Komite Tetap untuk Riset Ilmiah & Fatwa Kerajaan Saudi 'Arabia)
Telah ditanya Lajnah Daimah Al-Ifta' dengan nash: "Sebagian
orang merayakan hari keempat belas dari bulan Februari pada setiap tahun
masehi, dengan nama hari kasih sayang (Valentine day). Mereka saling
menghadiahkan bunga mawar merah, mengenakan pakaian berwarna merah, dan saling
mengucapkan selamat. Dan beberapa toko manisan (turut merayakan) dengan membuat
manisan-manisan berwarna merah serta digambar di atasnya gambar hati, dan
beberapa toko membuat pengumuman tentang barang dagangannya, yang mengkhususkan
hari ini. Bagaimana pendapat kalian:
1. Merayakan hari ini ?
2. Belanja dari toko-toko tersebut pada hari ini ?
3. Pemilik toko (yang tidak merayakan) menjual kepada yang
merayakannya sebagian apa yang dihadiahkan pada hari ini ?
Jawabannya: "Telah menunjukkan dalil-dalil yang shorih
(jelas) dari Al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan Salaful ummah, bahwasanya
hari raya di dalam Islam hanya ada dua yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Adapun
yang selainnya dari hari raya, baik itu yang bersangkutan dengan perorangan,
kelompok, kejadian, atau apa saja dari makna-makna, maka itu adalah hari raya
yang bid’ah. Dan tidak boleh bagi kaum muslimin ikut merayakannya, dan
menyetujuinya, dan tidak menampakkan kesenangan pada hari tersebut, dan tidak
membantu proses perayaannya dengan sesuatupun. Karena sesungguhnya hal itu
merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah . Dan barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah , maka sungguh ia telah mendzolimi dirinya sendiri.
Dan jika terkumpul pada hari raya yang dibuat-buat (bid’ah) bersama dengan
keberadaannya sebagai hari raya orang kafir, maka ini merupakan terkumpulnya
dosa ke dosa, karena hal itu merupakan bentuk penyerupaan dan kecondongan
kepada mereka. Sedangkan Allah telah melarang kaum mukminin dari
menyerupai dan mencintai mereka. Dan telah tsabit dari Nabi bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
dari golongan kaum tersebut."
Dan `Idul hubb (Valentine) termasuk jenis yang telah disebutkan,
karena sesungguhnya dia termasuk hari raya kaum nashrani dan penyembah berhala.
Maka tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan
hari akhir untuk merayakannya, menyetujuinya dan mengucapkan salam, bahkan
wajib baginya meninggalkan dan menjauhinya. Dalam rangka mematuhi perintah
Allah dan Rosul-Nya dan dalam rangka menjauhi sebab kemurkaan
Allah dan siksaNya.
Demikian juga diharomkan bagi seorang muslim membantu proses perayaan
atau selainnya dengan apapun juga. Dari makanan, minuman, jual-beli,
memproduksi hadiah, saling memberi hadiah, pengumuman atau selain itu. Karena
sesungguhnya semua itu termasuk dari tolong menolong dalam berbuat dosa,
kedzoliman dan dalam kemaksiatan kepada Allah dan Rosul-Nya .
Sedangkan Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan saling tolong menolonglah kalian dalam melakukan
kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan
kedzoliman. Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat keras
siksaNya." [Al-Maidah:2]
Dan wajib bagi seorang muslim untuk berpegang teguh kepada
Al-Qur`an dan Sunnah pada semua keadaannya, terutama di waktu-waktu fitnah dan
banyaknya kerusakan. Dan hendaknya ia menjadi orang yang memperhatikan dan
berhati-hati agar tidak terjatuh pada kesesatan orang-orang yang dimurkai
(Yahudi) dan orang-orang yang sesat (Nashrani) serta orang-orang fasiq yang
tidak percaya kebesaran Allah dan tidak perduli terhadap agama Islam. Dan
hendaknya seorang muslim menyerahkan diri kepada Allah dengan
memohon hidayah-Nya dan istiqomah di atasnya. Karena sesungguhnya tiada yang
memberi hidayah melainkan Allah, dan tiada yang memberi keistiqomahan (diatas
al-haq) melainkan Allah , dan hanya dialah pemberi taufiq. Dan semoga shalawat
dan salam senantiasa dicurahkan kepada nabi kita Muhammad , keluarga serta
sohabatnya.